Barcode Project

Barengan Corat-Coret Ide

Barcode Projects

  • Home
  • Penulis
Foto: netsanity.net
Awalnya aku sedikit bingung dan kurang paham dengan tema kali ini. Generasi menunduk. Aku berpikir, “Oh generasi menunduk maksudnya, mereka yang ketika lewat di depan orang lain menunduk menunjukkan sopan santunnya”. Aku masih ragu dengan maksud dari topik kali ini. Kemudian aku mencoba mengkonfirmasi dengan si empunya ide. Dan ternyata adalah mereka yang selalu menunduk sibuk dengan ponsel pribadinya.

Yups, di zaman sekarang ponsel seakan sudah menjadi benda wajib yang dibawa kemanapun. Tentu banyak hal yang bisa kita ambil manfaatnya dari fungsi si ponsel yang semakin kesini semakin pintar, seperti julukannya smartphone. Usia dini pun sekarang mulai familiar bahkan bisa menggunakan ponsel, sekedar untuk melihat video baby shark. Tapi tak bisa dipungkiri, semakin banyak fitur yang ada di ponsel dan lain sebagainya membuat penggunanya menjadi seperti kecanduan.

Aku pun mungkin juga menjadi addicted to my phone. Bangun tidur cek handphone, ketika jalan kaki menggunakan handphone, ketika sedang duduk dengan keluarga atau teman berkutat dengan ponsel masing-masing dan lainnya. Mungkin ada baiknya untuk saling mengingatkan saja untuk bijaksana ketika menggunakan ponsel. Bukan menggurui, hanya saja terkadang aku bingung dengan mereka yang ketika mengendarai motor atau mobil mereka dengan santai memainkan ponselnya. Sebegitu pentingkah chat atau telpon itu sampai harus dibalas ketika berkendara? Untuk yang satu itu aku lumayan kesal jika melihatnya.

Foto: Pinterest
Ketika berjalan kaki, terkadang aku juga menunduk menatap layar ponselku. Terlihat angkuh tanpa melihat sekitar. Ketika sedang berkumpul dengan keluarga atau teman, tapi perhatian tetap pada layar ponsel. Terkadang sampai tidak mendengar panggilan dari seseorang. Entahlah, zaman sudah berubah. Aku hanya ingin menyampaikan ini dan bukan bermaksud sok atau bagaimana. Aku pun terkadang melakukan beberapa hal yang membuatku menunduk itu, tapi untuk berkendara sambil menggunakan ponsel aku tidak melakukannya, aku lebih memilih berhenti dan menepi. It’s big NO!


Foto: Pinterest
Pernah ngalamin ini?
Be wise using your smartphone. Be smart using your smartphone. Lihat situasinya, jangan menjadikan hal yang sering kamu lihat sebagai ukuran kewajaran, kesantunan, dan kesopanan. Terkadang kesakralan atau kekhidmatan suatu acara bisa berkurang jika kamu tidak bisa membedakan situasi yang tepat untuk kamu menggunakan ponsel. Lihat juga, ketika kamu terlalu banyak menunduk asyik dengan ponselmu ketika kamu sedang dengan orang lain atau orang-orang terdekat, adakah sesuatu yang hilang? Moment, komunikasi, atau yang lainnya. 

Regards,

F
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
foto: istimewa. 

Generasi menunduk. Sudah nggak asing lagi di telinga kita. Ungkapan tersebut muncul sekitar tahun 2012 di mana ada sebuah film bertajuk Republik Twitter yang dimainkan oleh Laura Basuki.

Generasi menunduk ini pun menjadi perbincangan hangat karena begitu familiar dengan kehidupan kita. Generasi menunduk ini ungkapan yang disematkan pada orang yang terbiasa menggunakan gawai seperti smartphone, tablet, dan lain-lain. Posisi orang menggunakan gawai pastilah menunduk, oleh sebab itu disebut generasi menunduk.

Posisi memainkan gawai tersebut membuat banyak orang lupa segalanya. Apalagi kalau sudah fokus pada si handphone pintar, sekeliling seolah diabaikan. Keadaan tersebut sering banget saya temui dan saya alami. Contohnya saat bertemu dengan teman, kita akan lebih sibuk dengan gawai masing-masing. Nggak cuma sekali, saat mampir ke rumah teman pun kita akan lebih dulu menghubunginya lewat gawai dibanding mengetuk pintu rumahnya atau membunyikan bel.

"Kadang kala, gawai menjauhkan yang dekat sekaligus menjauhkan yang dekat."

Namun generasi menunduk atau kids jaman now  ini punya sisi positifnya juga kok lewat gawai. Di sisi lain, banyak yang memulai bisnisnya lewat gawai. Hanya modal smartphone, mereka bisa meraup keuntungan yang banyak. Usia terbilang muda, mereka bisa membiayai hidupnya sendiri atau membantu sesama. Keren nggak? Nggak semua menunduk itu identik dengan hal-hal buruk. Contohnya saat tema ini tercetus, teman sekaligus partner barcode projects saya--Winda menanyakan hal tentang tema generasi menunduk.

"Vin generasi menunduk maksudnya gimana?," tanyanya. 
Lalu saya pun menjelaskan, "ya kayak kita. Mainan hape terus sampe ada anggapan generasi menunduk."
Dengan polosnya Winda menimpali, "Ohh itu maksudnya. Okaylah. Kirain menunduk dalam hal positif."

Dari obrolan singkat di atas, kita dapat mengetahui bahwa dua hal ini bisa dilihat dengan sudut pandang yang berbeda. Kamu bisa melihat 'generasi menunduk' ini sebagai dua hal yang berbeda, positif atau negatif.

Regards,
V
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Pernahkan kalian mendengar ungkapan teman itu lebih dari saudara?

Saya rasa ungkapan di atas begitu akrab di telinga kita. Bukan sekadar isapan jempol semata, ungkapan tersebut begitu membumi di kehidupan. Kalian pasti sering menemui hubungan dua orang atau lebih, mereka begitu akrab dan tak terpisahkan. Padahal ya saudara bukan, adek bukan, kakak apalagi. 

Itu hanya dari sudut pandang orang lain ya. Jika dikulik lebih dalam, kamu pasti akan semakin 'manggut-manggut' dan mengamini ungkapan di atas. Saya pun mengalaminya sendiri dan ini nyata. 

foto: istimewa

Magic. 
Satu kata yang bisa menggambarkan betapa ajaibnya hubungan antarmanusia yang terjalin. Dari sebuah perkenalan biasa, saya dan orang ini bertemu dan menjalin pertemanan. Tak akan menyangka bahwa orang yang kita ajak kenalan ini bisa sedekat ini. 

foto: istimewa.

Berangkat dari sebuah sekolah menengah pertama di kawasan Wirobrajan, saya mengenal teman-teman yang kini jadi partner Barcode Project. Mereka adalah Winda dan Arista. Saya sendiri lupa, kenapa bisa kenal mereka? Apalagi menjalin hubungan hingga kini? Padahal ya, saya dan mereka sempat putus hubungan, nggak pernah ketemu, nggak pernah kontak-kontakan, grup chat aja nggak punya, lho.

Karena kesibukan masing-masing, kami pun jadi jarang bertemu. Dalam setahun mungkin bisa dihitung jumlah pertemuan kita. Buka bersama aja lebih sering wacana hehe  Sekali lagi, ini ajaib! Entah bermula dari obrolan chat, saya dan Winda kembali bertemu tepatnya saat kami sudah kuliah. Berapa tahun coba?

foto: Instagram/vindiasari
"Established since 2006. First time, we met at the junior high school. It was so long. We seldom hang out, but we were connected. Tsaaah~ She never changes. Stay humble, friendly, and the good listener. Hopefully, next time we will meet with the newest ambience. *Thank you mbok nda, finally i knew that place.* Ajakin aku jadi gahuuul ya," tulisku pada caption foto di atas. 
Ternyata usai pertemuan itu, kami kembali bersahabat.  *Lha kapan musuhan? Setelah jarang ketemu, sekalinya ketemu obrolannya masih nyambung. Masih suka hal-hal receh, baper, dan sama-sama suka psikologi dan kepribadian. Padahal ya bukan anak psikolog. Hahahha

Tak pernah menyangka, saya kembali dekat dengan krucil satu ini hingga bikin project. Kali ini saya makin sadar bahwa pertemanan yang terjalin antara saya dan Mbok Nda bukan pertemanan biasa. Saya lebih sering cerita banyak hal sama dia. Tapi bedanya, dia nggak seheboh saya kalau curhat. Orangnya masih suka memfilter huft. Apakah kamu tak mempercayaiku, Nda? 

Kalau Arista, jangan ditanya. Kalau kata Winda, "Arista sama dengan work, work, work." Dia wanita karier yang super sibuk dan punya jadwal ekstra padat dari kami. Damai ya, Ta. :D

foto: istimewa. 

"Saya telah menganggap mereka sebagai teman rasa saudara. Kata orang, pertemanan yang telah terjalin lebih dari tujuh tahun adalah persahabatan abadi."

Semasa SMA, saya juga menemui teman rasa saudara. Mereka adalah Mbak Dian dan Mei. Dua cunthel yang mewarnai masa SMA dengan hal-hal receh namun membahagiakan. Ada banyak kejadian lucu dan terkenang bersama mereka. Kalau dihitung-hitung, saya dan mereka udah temenan sekitar 8 tahun. Waaaah! Bersyukur banget punya mereka, padahal ya kita jarang ketemu. Ada yang sibuk masing-masing saat kuliah, apalagi yang di Bandung. Kita ketemu aja cuma pas dia balik ke Jogja.


Dalam menjalin pertemanan dengan dua cunthel ini, kita saling terbuka. Kalau nggak suka ya bilang nggak suka. Kalau lagi bete ya bete. Bilang jujur kalau lagi bete trus beberapa saat kemudian baikan. Marahan pun begitu, kita marahan kayak sama saudara sendiri. Kalau boleh jujur, saya malah lebih deket sama temen-temen. Entah itu masalah karier, percintaan, pertemanan, maupun masalah sama diri sendiri. 



"Saya begitu bersyukur mengenal kalian. Good friends are hard to find, harder to leave and impossible to forget."


Kamu sendiri punya teman rasa saudara nggak?

Regards,
V
Share
Tweet
Pin
Share
No komentar
Newer Posts
Older Posts

Mengenai Saya

Barcode Projects
Lihat profil lengkapku

About me

Barcode Projects adalah sebuah proyek menulis yang diinisiasi oleh dua perempuan sok struggle dan tukang baper. Perempuan yang dimaksud adalah Ferizka Winda dan Vindiasari Putri.

Barcode Projects sendiri memiliki kepanjangan 'Barengan corat-coret'. Barcode Projects ini dijadikan wadah menulis dan berbagi cerita.

Labels

  • 1
  • 10
  • 2
  • 3
  • 4
  • 5
  • 6
  • 7
  • 8
  • 9
  • A
  • Barcodeprojects
  • Bebas
  • Cinta
  • Cowok
  • Evaluasi
  • F
  • Family
  • First Experience
  • Friend
  • Lagu
  • Review
  • Society
  • V

recent posts

Sponsor

Blog Archive

  • ▼  2017 (95)
    • ►  November (1)
    • ▼  Oktober (3)
      • #64 Addicted, Habit, or Culture?
      • #64 Menunduk seharian
      • #63 Good friends more stronger than sister
    • ►  September (10)
    • ►  Agustus (14)
    • ►  Juli (8)
    • ►  Juni (6)
    • ►  Mei (19)
    • ►  April (10)
    • ►  Maret (15)
    • ►  Februari (9)

Created with by BeautyTemplates | Distributed By Gooyaabi Templates