#50 Nggak Beneran, Cuma Dikira Kok


Foto: Pinterest
"Pernah gak ada temen cowok yang di kira pacar kamu?"

"Nggak ada, nggak tahu."

"Kok nggak tahu? Emang nggak ada yang nanyain?"

"Enggak."

"Lha si Bena?"

Shafa tersenyum sinis. "Jangan kebanyakan dengerin gosip makanya."

"Lha dia setiap ditanyain tentang lo jawab aja tuh, sambil senyum-senyum. Malah kayak beneran gitu. Masak nggak pacaran?"

Shafa menghela napas dan menghentikan aktivitas menulis catatan matakuliah Pak Bambang. "Jangan terlalu percaya sama omongan dan kelakuan Bena."

Shafa seakan seperti artis yang harus mengklarifikasi setiap ulah Bena. Dia hanya bisa menghela napas panjang tanda dia sudah bosan dengan semua pertanyaan, "Bena mana Fa?" "Dicariin Bena tadi." "Nggak bawain Bena bekel?" "Lo pacarnya Bena?" "Lo suka gak sama Bena?". Semua pertanyaan dan pernyataan seperti itu seakan sudah hafal diluar kepala. Shafa sudah lelah menanggapi teman-temannya yang terus-menerus membahas dan menyangkut-pautkan dirinya dengan Bena. Shafa memberi tanggapan maupun diam, tetap saja gosip itu sudah tersebar seantero kampus. Bahkan, Dia sudah terlalu lelah melihat tingkah Bena yang selalu menanggapi semua pertanyaan itu, seakan-akan mereka adalah pasangan.

Shafa berusaha sabar dan menghindari Bena. Ada atau tidaknya Bena disekitarnya tetap membuat teman-temannya menanyakan tentang Bena bahkan menggodanya. Shafa bahkan pernah berpikir untuk mencari pacar agar gosipnya dengan Bena mereda bahkan hilang, tapi nyatanya ketika Bena sudah punya pacar yang sebenarnya, putus dan punya pacar lagi tetap saja hidup Shafa masih dikaitkan dengan Bena.
******

Bena terus saja berjalan tanpa menoleh ke belakang tidak memedulikan para penggemarnya yang terus memanggil namanya. Berbelok ke arah perpustakaan, Bena berhenti di dekat vending machine dan menarik tangan gadis yang sedang mengambil minuman. Merasa terganggu dengan sikap Bena yang asal menarik tangan orang tanpa izin, membuat Shafa menghempaskan tangan Bena. Kerumunan penggemar Bena yang masih mengikutinya melihat adegan itu dengan kesal karena Shafa berani-beraninya menghempaskan tangan Bena, sang Idola.

“Bisa nggak, nggak main tarik tangan orang.” keluh Bena.

Bena hanya mengedikkan kepalanya ke arah gerombolan fansnya, memberi tanda kepada Shafa agar dia tidak diserang oleh fansnya karena marah-marah padanya. Shafa menoleh dan hanya tersenyum sinis pada Bena dan fansnya. Dia mengambil minumnya dari vending machine tanpa memedulikan Bena maupun tatapan para gadis yang masih berdiri siap menjambak rambutnya. Melihat Shafa yang tidak bereaksi, Bena memutuskan menyeret Shafa masuk ke perpustakaan. Berusaha melepaskan tangannya, tapi tidak berhasil. Bena memilih duduk di deretan kursi yang menghadap ke jendela yang menyuguhkan pemandangan belakang kampus yang dipenuhi rerumputan dan pepohonan. 

Mereka duduk dalam diam untuk beberapa saat, sampai ketika Shafa membuka buku dan laptopnya hendak mengerjakan tugas, Bena membuka obrolan lebih dulu.

"Lo musuhin gue?" tanya Bena.

"Emang kenapa?" balas Shafa dengan pertanyaan lagi.

"Abis muka lo bete banget gitu, jutek nggak pernah ada kasih senyum."

Shafa bukannya menjawab dia hanya menyunggingkan senyum yang terlihat dipaksakan.

"Shaf?"

"Lo berisik banget sih. Gue mau ngerjain tugas, kalo lo mau ngobrol mending keluar terus ngomong deh tu sama cewek-cewek tadi." cerocos Shafa kesal karena Bena terus mengganggunya.

Bena tidak berbicara lagi tetapi juga tidak beranjak dari kursinya. Dia hanya duduk menatap Shafa yang berusaha konsentrasi pada buku dan laptopnya. Tidak nyaman dengan keberadaan Bena dan tatapan beberapa temannya yang melihat mereka duduk berdua membuat Shafa menutup sejenak bukunya.

"Ben, lo nggak capek apa ya ganggu gue. Lo sih nggak kena imbasnya, nah gue."protes Shafa.

"Enggak, kan dari tadi gue duduk ngapain capek?"jawab Bena dengan cengiran. "Diemin aja mereka. Nggak usah diribetin. Gue tidur bentar, kalo udah kelar bangunin ya." 

Kemudian Bena menenggelamkan wajahnya ke tangannya dan tidur. Shafa yang gondok, hanya bisa menghentak-hentakkan kakinya frustasi. Shafa masih saja tidak nyaman dengan tatapan fans Bena yang seakan mengajak berperang dan tatapan beberapa temannya yang senang menggodanya dengan Bena. Saat Shafa akan berpindah meja, suara Bena terdengar.

"Duduk aja disitu, nggak usah pindah."

"Ben, gue capek nih, risih diliatin mulu, dicengcengin nggak jelas. Gue komen nggak bikin reda, gue diem nggak bikin reda juga. Nah, lo juga suka jawab asal."

Bukannya menjawab atau menenangkan Shafa, Bena hanya memberikan cengiran tanpa rasa bersalah dan kembali tidur.
******
Foto: Pinterest

Bena sama Shafa, Shafa sama Bena seakan tak pernah hilang. Teman-temannya seakan tidak mau menghilangkannya. Mereka masih saja mengaitkan Shafa dan Bena satu sama lain seakan Shafa dan Bena benar-benar berpacaran. Shafa hanya bisa diam dan menanggapi sekenanya saja. Nyatanya Bena dan Shafa tidak pernah ada apa-apa. Bena hanya menjadikan Shafa tameng dari para penggemarnya itu. Dan Shafa yang tidak mau melepas status jomblonya ya harus terima kalo dikaitakan dengan Bena meski sampai mereka lulus kuliah.

Kayaknya gue kudu punya cowok dulu terus nikah baru deh pada berhenti. batin Shafa.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Hi barcodes!
Tema kali ini tentang temen cowok yang pernah dikira pacar. Super bingung sebenernya mau nulis apa dan gimana. At the end, aku bikinin ilustrasi  cerpen ini yang agak ngena sama yang aku alami dan sedikit aku bumbui. So, ada bagian yang beneran aku alami dan ada juga yang aku kembangin dengan bumbu-bumbu mie instan hehe

Hope you guys enjoy it!
Regards,

F

You May Also Like

0 komentar